Friday, December 13, 2013

Gemar Beribadah

Oleh Bagus Setyoko Purwo

Rasanya setelah kerap kali kita menyelesaikan satu bentuk ibadah  ada kepuasan, ketenangan tersendiri yang menyeruak di batin kita. Apakah itu tanda bahwa ibadah kita di terima olehNya.

Manusia sudah jelas-jelas tersurat dalam kitab suci bahwa keberadan dirinya di muka bumi adalah semata-mata untuk beribadah kepada Alloh swt. Pada awal penciptaan manusia pertama di jagad raya ini, Nabi Adam as sempat mendapatkan kritikal khusus dari malaikat-malaikat yang setia  kepada Alloh swt. Dengan alasan logis sepihak malaikat menyakini bahwa dengan adanya manusia malah justru membuat tatanan hidup menjadi tidak beraturan, akibatnya pertumpahan  darah terjadi. Muncul dalam diri malaikat suatu kebanggaan yang tak di sadarinya, hanya dirinya lah yang taat bertasbih dan selalu patuh.

Alloh swt menempatkan posisi malaikat secara bijak dan menyanggah anggapan kesucian yang di lontarkan olehnya. Bagaimanapun juga Alloh swt lah yang tahu maksud dari segala penciptaan yang sudah terakayasa dengan sistematik.
Sejalan dengan kemapan intelektual yang dimiliki oleh Nabi Adam as, membuktikan bahwa keunggulan yang ada padanya tidak di miliki oleh makhluk-makhluk Alloh swt yang sudah tercipta sebelumnya. Dengan studi yang transparan semakin memperjelas status Nabi Adam as lebih unggul dari yang lain.

Malaikat yang terlampau pede atas klaim yang dilakukannya kepada Tuhan menyadari diri dan memohon ampun kepada Alloh swt. Alloh swt pun memerintahkan agar para malaikat bersujud kepada Adam as sebagai rasa penghormatan atas karunia nikmat yang Alloh anugerahkan kepadanya. Namun di luar dugaan azazil yang merasa lebih baik dari unsur dzat penciptaan Adam as enggan untuk mentaati perintah Tuhan itu. Babak awal pengingkaran pun terjadi.

Menjadi murkalah Tuhan atas perilaku su'ul adab azazil. Dia merasa lebih pantas untuk tidak bersujud karena api lebih mulia daripada tanah. Tuhan melaknat azazil dan menegaskan kedurjanaan azazil patut untuk mendekam di dalam neraka yang menggelora. Dengan pemberlakuan kutukan itu menjadi geramlah azazil. Bara kedengkian menyulut dan makin membara hingga pada klimaksnya Tuhan menurunkan Adam dan pasanganya ke bumi.

Adam sebagai kholifah pertama
Nabi Adam as dan Siti hawa memulai kehidupan pertama di bumi. Dengan hamparan yang begitu luas dan ketersediaan bahan-bahan pelengkap hidup, mereka mulai melakukan manajeman kehidupan secakap mungkin. Tumbuhlah putra-putrimereka berpasangan dan hingga sekarang menyebar ke seluruh penjuru dunia. Dengan berbagai keunikan tersendiri yang mereka miliki menjadi modal untuk memperkaya kehidupan di muka bumi ini. Nabi Adamlah Founding Father Sang Khalifah yang meletakan dasar-dasar manajemen pengelolaan sumber daya yang tersedia di bumi.

Pergantian masa kenabian mempertegas ajaran yang memperkokoh akidah umat manusia. Tauhid sebagai pijakan keyakinan yang terjaga bahwa hanya Alloh swt Sang pencipta dan fasilitator kehidupan yang fana ini. Lalu, munculah anatomi keilmuan baru yang menunjang pondasi ketauhidan manusia. Ada displin keilmuan yang membahas tata cara peribadahan yang merunut Kanjeng Nabi Muhammad saw dengan versi penalaran yang diyakini sama-sama bermashalat dan tidak bertentangan, itulah ilmu fiqih. Ada displin keilmuan yang mengkaji bagaimana manusia sedemikian tekun membina hatinya agar terselamatkan dari virus-virus ubud dunnya, takut mati dan segala kontaminasi virus-virus kemungkaran, itulah ilmu tasawuf. Lalu pada perkembangannya justru manusia dengan pengalaman empiris dan keilmuan yang mereka milik mampu memunculkan ijtihad-ijtihad yang terkait di bidang mereka masing-masing. Namun hal itu menjadi wilayah jihad intelektualitas dalam menemukan formal keilmuan baru yang menyinggung tata cara beragama.

Agama: agar Tidak Kacau
Agama secara etimologis berasal dari bahasa sansekerta, yaitu A adalah tidak, Gama adalah kacau. Sederhananya agama itu ada agar manusia tidak kacau. Sebagaimana tabiat manusia adalah tak ingin terbatasi pada semua hal. Kalau perlu tidak ada rambu-rambu dalam hidup ini. Jika ini anggapnya maka menjadi bias, mana hal-hal baik dan tidak baik.Maka dari itu Tuhan menciptakan rumusan norma-norma kedamaian yang terjilid rapih dalam sampul agama.
Agama mengalami perkembangan yang alami. Agama samawi yang merupakan produk Tuhan yang mengantarkan manusia pada kedamaian-kedamaian pada masanya, contoh: agama nasrani, agama yahudi, dan yang lestari hingga akhir zama ialah agama islam. Agam Ardhi atau agama yang tercipta karena proses budaya perfikir manusia yang menyucikan diri agar bisa menemukan ajaran-ajaran hidup yang menyelamatkan manusia penganutnya, seperti agama hindu, budha. zoroaster, animisme, dinamisne, pantheisme, matrealisme.
Islam sebagai agama yang universal atau rahmatan lil alamin sesungguhnya telah membangkitkan gairah beribadah yang luar biasa. Banyak motivasi yang menjanjikan dibalik pelaksanaan ibadah, misalnya faidah shadaqoh yang disampaikan oleh Ust Mansur, mampu memuculkan semangat shadaqoh yang maniak - Jika kita bersahdaqoh sekian maka balasannya adalah sekian lipat. Pola penyampaian seperti itu boleh-boleh saja dalam rangka membangkitkan kesadaran bershadaqoh, namun pada level yang lebih tinggi semestinya shadaqoh itu ditunaikan tanpa pengharapan timbal balik yang lebih banyak.

Maniak Beribadah
Tuhan membatasi manusia pada aktivitas-aktivitas yang berlebih-lebihan. Karena pada kecenderungannya segala apa pun yang dilakukan secara berlebihan mulanya adalah kegemaran yang menjanjika namun serangkaian aktivitas yang justru tidak menemukan hasil yang menggembirakan malah membuat kapok para pelaksananya. Dalam hal ini manusia, kita-kita ini yang begitu gemar beribadah.  Menuntaskan ibadah ini dan menuju ibadah itu dengan semata-mata niat lillahi ta'ala. Ada semacam ketidaksadaran yang kita rasakan manakal kita melakukan ibadah tanpa hambatan dan kendala yang menguburkan keriangan kita beribadah. Pada situasi seperti itu sesungguhnya Iblis belum melancarkan penuh panah-panah godaannya kepada kita - nafsu pun tak jelas identitasnya (kita beribadah karena nafsu atau nafsu tunduk pada prosesi ibadah yang kita lakukan).
Karena Tuhan telah berjanji akan memprotek hamba-hambaNya yang bertawaqal kepadaNya, hal ini menjadi kunci utama kita membuka pintu-pintu rahasia iblis dalam menyesatkan kita di dalam beribadah.
Lebih jelasnya: ada yang karena gemarnya beribadah malah mengembangbiakan perasaan gemar beribadah atas prestasi upayanya selama ini. Ada yang karena gemarnya beribadah menjadi semakin suka jika kegemarannya akan ibadah-ibadahnya selama ini menjadi tontonan publik, pembicaraan keagamaan dirinya kepada sesama. atau yang lebih parah lagi ADA YANG KARENA GEMARNYA BERIBADAH MENJADI DIRINYA MEMPUNYAI SEKAT YANG MEMBATASI HUBUNGANNYA DENGAN SESAMA DENGAN ALASAN YANG TIDAK SEGEMAR DIRINYA BERIBADAH MAKA TAK BOLEH MENGAKRABI DIRINYA (MEMUTUSKAN KEAKRABAN- SILATURAHMI KARENA PERBEDAAN KEYAKINAN DALAM BERIBADAH)

Sesungguhnya Tuhan itu simpel dalam menilai kualitas ibadah hamba-hambaNya adalah jika dalam hati si hamba itu tidak menyimpan sedikit pun kebanggaan atas kebaikan-kebaikan yang ia tunaikan, maka Itulah yang sesungguhnya yang membuat ibadah tidak sekedar ritual seremonial semata - kumpul2 dengan yang sepaham dan menjadi risih dengan yang tidak sepaham atau segolongannya...



Bagus Setyoko Purwo
Mengajar Di Sekolah Buddha SMK "Ananda"
Bekasi Timur

No comments: